• [Terbaru] Menuju Titik Tertinggi Pulau Jawa (Part 1): Ide Gila Modal Nekat Klik Disini

Tuesday 31 October 2023

Pernak-Pernik Sidang Elektronik

 


Seorang pria paruh baya, dengan raut wajah memelas pasrah menunggu antrian sidang yang tak kunjung tiba. Untuk usianya yang sudah kepala lima, waktu di rumah bersenda gurau bersama anak cucunya, semestinya jadi rutinitas hari-harinya, sayang seribu sayang kini Ia dihadapkan dengan kursi pesakitan, tempat Ia dituntut untuk memberi keterangan, sembari berharap keringanan hukuman.

Waktu berselang, tibalah giliran untuk memberi penjelasan secara gamblang. Ia sebelumnya didakwa terlibat pencurian buah sawit. Sebenarnya bukanlah perkara rumit, sebab alasannya tidak jauh dari perut juga duit. Namun entah bagaimana ihwal mula pencurian itu terbersit, yang jelas kini mau tidak mau Ia berhadapan dengan kenyataan sulit lagi pahit.

Singkat cerita, sehabis memberikan keterangan sebagai terdakwa, Majelis Hakim dengan ketukan palunya kemudian menunda sidang ke pekan berikutnya, dengan agenda mendengar tuntutan dari Penuntut Umum. Sidang lalu berganti dengan perkara berbeda, dengan Terdakwa lain yang telah hadir di layar Zoom Ruang Cakra.

Iya, Zoom.

Proses Peradilan Berubah

Mungkin tak banyak yang tahu, kini proses peradilan telah banyak berubah, Pandemi Covid-19 pada 2020 lalu tanpa tedeng aling-aling memaksa persidangan berlangsung daring. Pagebluk Corona secara senyap namun mematikan mengancam siapa saja yang melawan, oleh karena itu proses persidangan yang pun selama ini dilangsungkan offline mencari alternatif lain. Tidak mudah di awal, namun disinilah keadilan jejaring maya bercikal bakal.

Sebelum pandemi, menghadirkan Terdakwa ke muka persidangan tertentu, melalui begitu banyak proses juga waktu. Pihak Kejaksaan Negeri perlu berkordinasi dengan Pihak Kepolisian maupun Rutan untuk menghadirkan dan memberikan keamanan kepada Terdakwa saat akan hadir di sidang pengadilan. Bayangkan bila ada begitu banyak perkara dan Terdakwa yang perlu dihadirkan, berapa banyak pihak yang dilibatkan, dan berapa banyak biaya dan waktu yang kita buang-buang?

Pandemi Mengakselerasi Pemanfaatan Teknologi

Kalau boleh jujur, adanya Pandemi Covid-19 menyadarkan kita bahwa sebenarnya kita terlambat sadar dalam pemanfaatan teknologi informasi terbaru, dalam hal peningkatan efisiensi institusi meja hijau. Namun demikian, Mahkamah Agung sebagai induk lembaga peradilan tanah air sebenarnya telah mulai memanfaatkan teknologi dunia maya untuk peningkatan layanan itu, khususnya dalam perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara yang dilangsungkan secara e-litigasi atau elektronik.

Dasar hukum E-litigasi dalam perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara diatur awalnya melalui PERMA 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik yang kemudian diperbarui terakhir melalui PERMA 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

Beleid ini berlaku untuk proses persidangan dengan acara penyampaian gugatan atau permohonan atau keberatan atau bantahan atau perlawanan atau intervensi beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik, pembuktian, simpulan, pengucapan putusan atau penetapan hingga upaya hukum banding. Namun demikian, hingga datangnya Pandemi Covid-19 belum ada kerangka hukum yang jelas dan tegas bagaimana proses persidangan elektronik dalam perkara pidana.

Meski Pandemi Covid-19 saat itu mengancam setiap kegiatan tatap muka, sehingga di banyak Pengadilan perkara persidangan pidana berulang kali ditunda. Namun bagaimanapun sidang tidak boleh terbengkalai apalagi menunggu hingga pandemi usai, ini mengingat ada masa batas penahanan terdakwa yang harus diperhatikan dan keadilan yang perlu dihadirkan.

Bukankah hukum harus ditegakkan, sekalipun itu langit akan runtuh kan?


Singkat cerita, demi menyelesaikan permasalahan ini, Mahkamah Agung kemudian membentuk Kelompok Kerja Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik melalui SK KMA No. 108/KMA/SK/IV/2020 tanggal 29 April 2020, dengan tugas diantaranya untuk melakukan pemetaan dan analisis kebutuhan dalam rangka menyusun administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik dan merancang administrasi dan persidangan perkara pidana di pengadilan secara elektronik.

Pada tanggal 25 September 2020, Ketua Mahkamah Agung kemudian menandatangani PERMA No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik yang kini telah diperbarui melalui PERMA No. 8 Tahun 2022 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Persidangan elektronik pada dasarnya tetap wajib mementingkan tercapainya keadilan substantif maupun prosedural.

Peluang dan Tantangan Persidangan Elektronik bagi Profesional Hukum dan Profesionalitas Lembaga

Saat ini hampir setiap perkara pidana di pengadilan diproses secara elektronik melalui jaringan maya. Dengan adanya persidangan ini membuat proses menjadi lebih cepat dan mudah. Baik Penuntut Umum maupun Penasehat Hukum tidak lagi wajib hadir di ruang sidang begitu pula dengan Terdakwa yang dapat mengikuti persidangan dari balik dinding Rutan.

Dengan bantuan kemajuan teknologi ada banyak proses yang dapat disederhanakan, namun bukan berarti menutup kemungkinan timbulnya masalah-masalah yang kerap tak terhindarkan.


Misalnya, pendampingan Terdakwa oleh Penasehat Hukum berjalan tidak maksimal sebab persidangan elektronik seringkali membuat keduanya berada pada lokasi yang berbeda sehingga menyulitkan untuk berkomunikasi dan menyiapkan pembelaannya bahkan menciderai prinsip fair trial [2]. Hal ini tentu akan menjadi masalah yang lebih berat lagi apabila Terdakwa merupakan kaum disabilitas ataupun kaum rentan yang seharusnya mendapatkan pendampingan hukum yang tuntas dan berkualitas. Oleh karena itu menurut penulis hal ini sebenarnya dapat diatasi secara teknis dengan membuat breakout room khusus yang hanya mempertemukan Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, namun sayangnya hal ini memang masih sulit ditemukan pada tataran praktik.

Selain itu, Majelis Hakim wajib memastikan keaslian barang bukti yang diperlihatkan dalam persidangan elektronik adalah benar. Hal ini karena lazimnya dalam pembuktian, barang bukti ditunjukkan di depan persidangan. Oleh karena itu, sebelum menerima berkas perkara petugas dari PTSP Pengadilan wajib dengan teliti mengecek setiap keaslian barang bukti dan kesesuaiannya dengan yang dilampirkan dalam berkas perkara pidana yang diserahkan ke majelis hakim. Sehingga Majelis Hakim tidak lagi perlu mengecek keaslian barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum.

Terakhir adalah ada anggapan bahwa proses persidangan elektronik menghilangkan kesakralan persidangan. Saat jaringan internet bermasalah saat sidang pembuktian saksi, keterangan Saksi kerap sulit dipahami baik oleh Jaksa, Advokat maupun bagi Majelis Hakim. Oleh karena itu kedepan perlu adanya perhatian serius dan komitmen dari berbagai institusi peradilan untuk secara bersama-sama menghadirkan infrastruktur teknologi yang mumpuni dalam pelaksanaan persidangan elektronik, baik di lingkungan Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, maupun Lembaga Pemasyarakatan.

Akhir kata, kita berharap agar persidangan via jejaring maya dapat terus berbenah demi hadirnya keadilan yang diidam-idamkan semua.

No comments:

Post a Comment

Orang baik meninggalkan pesan